zaman sekarang semakin ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan.Terobsesi ingin menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan dansebagainya. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokohmasyarakat, bahkan sampai kepada artis. Mereka berebut mengejar jabatan tanpamengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah dirinyamemegang jabatan (kepemimpinan) tersebut. Parahnya lagi mereka kurang (tidak)memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Karenamenganggap jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaandan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, danketeladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang
Hakikat kepemimpinan
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. MenurutShihab (2002) ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan.
Pertama,
kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannyadengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allahswt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim.”Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan sesuatu yang dimintaapalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan danwewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakinmeningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan danupah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukankekayaan dan kemewahan di dunia
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebabkenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan).” (H. R. Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau,dimana orang itu berkata: “Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu.” Maka jawab Rasulullah saw: “Demi Allah Kamitidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atauambisi pada jabatan itu.” (H. R. Bukhari Muslim).
Kedua,kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan, penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antaradua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpamemandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S. Shad (38): 22, “WahaiDaud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antaramanusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu.
0 komentar "PETUNJUK AL-QURAN DALAM MEMILIH PEMIMPIN", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar
Tingalkan Komentar,kritik dan saran Sobat, terimeung geunaseh :))